HUKUM DAN KETENTUAN MEMBAYAR ZAKAT PENGHASILAN DAN HARTA
Assalamu'alaikum
wr wb
Hari ke-19
puasa Ramadhan di tahun 2017 ini dan detik-detik menjelang turunnya tunjangan
hari raya, saya tergerak untuk meng-compile artikel mengenai zakat penghasilan/ profesi, semoga bisa menggerakkan pembaca dan penulis juga
untuk membayar zakat penghasilan, zakat harta dan zakat fitrah, Aamiin3x Yaa
Robbal'alamiin. Berikut ini
pembahasan mengenai hukum berzakat, para penerima zakat, dan lain-lain.
Hukum
membayar zakat penghasilan dan zakat harta :
Harta-benda
yang wajib dizakati (mal zakawi) merupakan harta tertentu, seperti pertanian,
emas-perak, perdangan, dan termasuk juga penghasilan. Tentunya dengan
persyaratan-persyaratan tertentu sebagaimana dijelaskan dalam kitab-kitab fiqh.
Zakat Profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi (hasil
profesi) bila telah mencapai nisab. Profesi tersebut misalnya pegawai
negeri atau swasta, konsultan, dokter, notaris, akuntan, artis, dan
wiraswasta.
Referensi
dari Al Qur'an mengenai hal ini dapat ditemui pada surat Al Baqarah
ayat 267:
"Hai
orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil
usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi
untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan
daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan
memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha
Terpuji"
Waktu
pengeluaran dari zakat profesi :
Pendapat
As-Syafi'i dan Ahmad mensyaratkan haul (sudah cukup setahun) terhitung dari
kekayaan itu didapat
Pendapat
Abu Hanifah, Malik dan ulama modern, seperti Muh Abu Zahrah dan Abdul Wahab
Khalaf mensyaratkah haul tetapi terhitung dari awal dan akhir harta itu
diperoleh, kemudian pada masa setahun tersebut harta dijumlahkan dan kalau
sudah sampai nisabnya maka wajib mengeluarkan zakat. Nisab zakat pendapatan/profesi mengambil rujukan kepada nisab zakat tanaman dan buah-buahan sebesar 5 wasaq atau 652,8 kg gabah setara dengan 520 kg beras. Hal ini berarti bila harga beras adalah Rp 12.000/kg maka nisab zakat profesi adalah 520 dikalikan 12.000 menjadi sebesar Rp 6.240.000.
Lebih
jelasnya, menurut Yusuf Qardhawi perhitungan zakat profesi dibedakan menurut
dua cara, yaitu:
1. Secara
langsung, zakat dihitung dari 2,5 persen dari penghasilan kotor (brutto) secara
langsung, baik dibayarkan bulanan atau tahunan. Metode ini lebih tepat dan adil
bagi mereka yang diluaskan rezekinya oleh Allah. Contoh: Seseorang dengan
penghasilan Rp 5.000.000 tiap bulan, maka wajib membayar zakat sebesar: 2,5% x
5.000.000 = Rp 125.000 per bulan atau Rp 1.500.000 per tahun.
2. Setelah
dipotong dengan kebutuhan pokok (netto), zakat dihitung 2,5 persen dari gaji
setelah dipotong dengan kebutuhan pokok. Metode ini lebih adil diterapkan bagi
mereka yang penghasilannya pas-pasan. Contoh: Seseorang dengan penghasilan Rp
2.000.000,- dengan pengeluaran untuk kebutuhan pokok Rp 1.000.000 tiap bulan,
maka wajib membayar zakat sebesar : 2,5% x (2.000.000 – 1.000.000) = Rp 25.000
per bulan atau Rp 300.000,- per tahun.
Penghasilan
profesi dari segi wujudnya berupa uang. Dari sisi ini, ia berbeda dengan
tanaman, dan lebih dekat dengan emas dan perak. Oleh karena itu kadar zakat
profesi yang diqiyaskan dengan zakat emas dan perak, yaitu 2,5% dari seluruh
penghasilan kotor.
Hadits yang
menyatakan kadar zakat emas dan perak adalah:
“Bila
engkau memiliki 20 dinar emas, dan sudah mencapai satu tahun, maka
zakatnya setengah dinar (2,5%)” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Al-Baihaqi).
Zakat
profesi atau penghasilan apakah dikeluarkan setiap bulan atau setiap tahun,
para ulama kontemporer menjelaskan membolehkan mengeluarkan zakat profesi bisa
dilakukan sebulan sekali atau setahun sekali, yang jelas jika ditotal
pendapatan bersih melebihi nishab zakat sehingga zakat yang dikeluarkan tetap
2,5 persen. Bahkan
pendapat Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Umar bin Abdul Aziz dan ulama modern seperti
Yusuf Qardhawi tidak mensyaratkan haul (satu tahun) mengeluarkan zakat profesi,
tetapi zakat profesi dikeluarkan langsung ketika mendapatkan harta tersebut.
Mereka mengqiyaskan dengan zakat pertanian yang dibayar pada setiap waktu
panen. (haul: lama pengendapan harta).
Jadi, jika
seorang muslim memperoleh pendapatan dari hasil usaha atau profesi tertentu,
maka dia boleh mengeluarkan zakatnya langsung 2,5 persen pada saat penerimaan
atau menunggu putaran satu tahun dan dikeluarkan zakatnya bersama dengan harta
benda lain yang wajib dizakati senilai 2,5 persen. Tetapi sebaiknya
dikeluarkan perbulan agar lebih mudah dan gaji kita masih belum dipergunakan
untuk kebutuhan lainnya yang tidak terduga sehingga kita tidak bisa membayar
setelah itu.
Zakat
merupakan kewajiban individu yang harus ditunaikan manakala sudah memenuhi
syarat-syarat yang telah ditentukan. Oleh karena itu, setiap orang yang sudah
memenuhi syarat dan tidak menunaikannya maka ia berdosa. Sebaiknya
membayar seluruh zakat yang belum terbayarkan di tahun sebelumnya pada tahun
berikutnya dan jangan ditunda. Oleh karena itu, cara terbaik bagi kita
yaitu dengan mengeluarkan zakat profesi/penghasilan setiap kali kita
mendapatkan penghasilan (biasanya perbulan). Dengan mengeluarkannya setiap
bulan akan lebih mudah dan aman karena penghasilan/gaji kita masih belum
dipergunakan untuk kebutuhan lainnya yang tidak terduga, yang mana
dikhawatirkan kita tidak bisa membayar zakat setelah itu.
Kepada
siapa zakat diberikan dan Hukum memberi zakat pada orang tua :
Disamping
itu zakat juga harus didistribusikan kepada kalangan tertentu pula, yaitu
delapan golongan (al-ashnaf ats-tsamaniyyah) yaitu orang-orang fakir, miskin,
amil, mu`allafatu qulubuhum (orang yang perlu dilunakkan hatinya kepada Islam),
budak-budak yang dalam proses memerdekan diri, orang-orang yang berhutang,
orang yang sedang menuntut ilmu (fi sabilillah), dan orang yang dalam
perjalanan. Hal ini sebagaimana termaktub dalam firman Allah swt sebagai
berikut:
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَآءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِّنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ - التوبة:60
“Sesungguhnya
zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,
pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan
orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang
diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (Q.S.
At-Taubah [9]: 60)
Apa yang
dikemukakan ayat di atas tidak satu pun menyebutkan kedua orang tua sebagai
salah satu golongan yang berhak menerima zakat. Dari sini saja kita sudah dapat
memahami bahwa seorang anak tidak boleh memberikan zakatnya kepada kedua orang
tua. Sebab, anak adalah bagian dari keduanya.
Dengan kata
lain, jika seorang anak memberikan zakatnya kepada kedua orang tuanya maka ia
seolah-olah memberikan kepada dirinya. Sebab, ia adalah bagian dari mereka. Dan
harta yang dimiliki seorang anak itu juga merupakan harta kedua orang tuanya.
Dalam sebuah hadits dikatakan:
أَنْتَ وَمَالُكَ لأَبِيكَ -رواه البزار
“Kamu
beserta hartamu adalah milik orang tuamu” (H.R. al-Bazzar).
Dengan
demikian, pada dasarnya memberikan zakat kepada kedua orang tua hukumnya tidak
diperbolehkan. Namun apakah ketidakbolehan ini berlaku secara mutlak? Dalam hal
ini menurut Ibn al-Mundzir bahwa ketidakbolehan memberikan zakat kepada kedua
orang tua ketika dalam kondisi dimana si pemberi zakat harus dipaksa untuk
memberikan nafkah kepada kedua orang tuanya.
أَجْمَعَ أَهْلُ الْعِلْمِ عَلَى أَنَّ الزَّكَاةَ لَا يَجُوزُ دَفْعُهَا إِلَى الْوَالِدَيْنِ فِي الْحَالِ الَّتِي يُجْبَرُ الدَّافِعُ إِلَيْهِمْ عَلَى النَّفَقَةِ عَلَيْهِمْ
“Para ulama
telah sepakat (ijma`) bahwa zakat tidak boleh diberikan kepada kedua orang tua
dalam kondisi dimana si pemberi zakat (muzakki) harus dipaksa untuk memberi
nafkah kepada orang tuanya.”. (Ibn al-Mundzir, al-Ijma`, ‘Ajman-Maktabah
al-Furqan, cet ke-2, 1420 H/1999 M, h. 57)
Apa yang
dikemukakan Ibn al-Mundzir menunjukkan bahwa ketidakbolehan memberikan zakat
kepada kedua orang tua itu dibatasi dalam kondisi dimana si muzakki (orang yang
wajib membayar zakat) berkewajiban memberikan nafkah kepada kedua orang tuanya.
Hal ini mengandaikan si anak menjadi orang yang mampu sedang orang tuanya
tidak. Maka kewajiban si anak memberikan nafkah kepada orang tuanya.
Dalam
kondisi yang seperti ini jika seorang anak memberikan zakatnya kepada orang
tua, maka menjadikan mereka tidak membutuhkan nafkah darinya serta
gugurnya kewajiban anak memberikan nafkah kepada orang tua. Akibatnya, manfaat
dari zakat itu malah kembali kepada si anak, dan seolah-olah ia mengeluarkan
zakat untuk dirinya.
Berangkat
dari penjelasan singkat ini maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pemberian 2,5 %
dari penghasilan—sebagaimana pertanyaan di atas—yang ada diberikan kepada orang
tua bukan masuk kategori zakat, tetapi masuk kategori shodaqoh sebagai bentuk
ihsan atau berbuat baik kepada kedua orang tua.
Namun jika
orang tua ternyata tidak mampu, maka pemberian tersebut bisa dikategorikan
sebagai nafkah kepada mereka. Sebab, kewajiban anak adalah memberi nafkah
kepada orang tua apabila mereka adalah orang yang tidak mampu.
Dosa dan
ancaman bagi yang meninggalkan zakat :
Allah
mengancam keras terhadap orang yang meninggalkan kewajiban zakat dengan
firmanNya:
وَلاَ يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَآءَاتَاهُمُ اللهُ مِن فَضْلِهِ هُوَ خَيْرًا لَّهُمْ بَلْ هُوَ شَرُُّ لَّهُمْ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُوا بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَللهِ مِيرَاثُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرُُ
“Sekali-kali
janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka
dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya
kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan
dikalungkan di lehernya kelak pada hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala
warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan” [Ali Imran:180].
Kemudian
Allah memberitakan tentang tempat kembali hartanya pada hari kiamat, Dia
berfirman,“Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan di leher mereka,
kelak pada hari kiamat.” [Tafsir Ibnu Katsir, surat Ali Imran ayat 180].
Tentang makna ayat “harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan di leher mereka, kelak pada hari kiamat” di atas dijelaskan oleh hadits-hadits shahih. Antara lain sebagaimana di bawah ini:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فَلَمْ يُؤَدِّ زَكَاتَهُ مُثِّلَ لَهُ مَالُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ شُجَاعًا أَقْرَعَ لَهُ زَبِيبَتَانِ يُطَوَّقُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثُمَّ يَأْخُذُ بِلِهْزِمَتَيْهِ يَعْنِي بِشِدْقَيْهِ ثُمَّ يَقُولُ أَنَا مَالُكَ أَنَا كَنْزُكَ ثُمَّ تَلَا ( لَا يَحْسِبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ ) الْآيَةَ
“Dari Abu
Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,“Barangsiapa diberi harta oleh Allah, lalu dia tidak menunaikan
zakatnya, pada hari kiamat hartanya dijadikan untuknya menjadi seekor ular
jantan aqra’ (yang kulit kepalanya rontok karena dikepalanya terkumpul banyak
racun), yang berbusa dua sudut mulutnya. Ular itu dikalungkan (di lehernya)
pada hari kiamat. Ular itu memegang [1] dengan kedua sudut mulutnya, lalu ular
itu berkata,’Saya adalah hartamu, saya adalah simpananmu’. Kemudian beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca,’Sekali-kali janganlah orang-orang yang
bakhil menyangka … Al ayat’.” [HR Bukhari no. 1403]
Pada hadits
lain, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَلَا صَاحِبِ كَنْزٍ لَا يَفْعَلُ فِيهِ حَقَّهُ إِلَّا جَاءَ كَنْزُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ شُجَاعًا أَقْرَعَ يَتْبَعُهُ فَاتِحًا فَاهُ فَإِذَا أَتَاهُ فَرَّ مِنْهُ فَيُنَادِيهِ خُذْ كَنْزَكَ الَّذِي خَبَأْتَهُ فَأَنَا عَنْهُ غَنِيٌّ فَإِذَا رَأَى أَنْ لَا بُدَّ مِنْهُ سَلَكَ يَدَهُ فِي فِيهِ فَيَقْضَمُهَا قَضْمَ الْفَحْلِ
“Tidaklah pemilik
harta simpanan yang tidak melakukan haknya padanya, kecuali harta simpanannya
akan datang pada hari kiamat sebagai seekor ular jantan aqra’ yang akan
mengikutinya dengan membuka mulutnya. Jika ular itu mendatanginya, pemilik
harta simpanan itu lari darinya. Lalu ular itu memanggilnya,“Ambillah harta
simpananmu yang telah engkau sembunyikan! Aku tidak membutuhkannya.” Maka
ketika pemilik harta itu melihat, bahwa dia tidak dapat menghindar darinya, dia
memasukkan tangannya ke dalam mulut ular tersebut. Maka ular itu memakannya
sebagaimana binatang jantan memakan makanannya”. [HR Muslim no. 988]
Siksaan
bagi yang meninggalkan zakat :
Demikian
juga Allah memberitakan siksaan yang akan ditimpakan pada hari kiamat kepada
orang yang tidak berzakat. FirmanNya :
وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلاَ يُنفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللهِ فَبَشِّرْهُم بِعَذَابٍ أَلِيمٍ ، يَوْمَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ هَذَا مَا كَنَزْتُمْ لأَنفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنتُمْ تَكْنِزُونَ
“Dan
orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan
Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa
yang pedih. Pada hari dipanaskan emas perak itu di dalam neraka Jahannam, lalu
dibakarnya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada
mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka
rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan.” [At Taubah:34,35].
Firman
Allah ini dijelaskan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan sabda
beliau:
مَا مِنْ صَاحِبِ ذَهَبٍ وَلَا فِضَّةٍ لَا يُؤَدِّي مِنْهَا حَقَّهَا إِلَّا إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ صُفِّحَتْ لَهُ صَفَائِحَ مِنْ نَارٍ فَأُحْمِيَ عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَيُكْوَى بِهَا جَنْبُهُ وَجَبِينُهُ وَظَهْرُهُ كُلَّمَا بَرَدَتْ أُعِيدَتْ لَهُ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ حَتَّى يُقْضَى بَيْنَ الْعِبَادِ فَيَرَى سَبِيلَهُ إِمَّا إِلَى الْجَنَّةِ وَإِمَّا إِلَى النَّارِ
“Tidaklah
pemilik emas dan pemilik perak yang tidak menunaikan haknya (perak) darinya
(yaitu zakat), kecuali jika telah terjadi hari kiamat (perak) dijadikan
lempengan-lempengan di neraka, kemudian dipanaskan di dalam neraka Jahannam,
lalu dibakarlah dahinya, lambungnya dan punggungnya. Tiap-tiap lempengan itu
dingin, dikembalikan (dipanaskan di dalam Jahannam) untuk (menyiksa)nya. (Itu
dilakukan pada hari kiamat), yang satu hari ukurannya 50 ribu tahun, sehingga
diputuskan (hukuman) di antara seluruh hamba. Kemudian dia akan melihat (atau:
akan diperlihatkan) jalannya, kemungkinan menuju surga, dan kemungkinan menuju
neraka”. [HR Muslim no. 9887, dari Abu Hurairah]
Memang,
sesungguhnya harta merupakan ujian besar yang diberikan Allah kepada manusia.
Dan manusia, ketika mendapatkan harta yang berlimpah, kebanyakan tidak lulus
menghadapi ujian ini.
Sumber :
1.
https://id.wikipedia.org/wiki/Zakat_profesi
2.
https://almanhaj.or.id/2653-ancaman-meninggalkan-zakat.html
3.
http://nasional.kompas.com/read/2012/07/19/16305020/bagaimana.cara.zakat.penghasilan
4.
http://www.nu.or.id/post/read/54707/bolehkan-zakat-profesi-diberikan-ke-orang-tua
Komentar
Posting Komentar